Ajahn Brahm – Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3!

ISBN: 978-602-8194-62-4
Price: Rp 44.000,- (20% Off at BukaBuku.com)
Total Halaman: 308 Halaman
Genre: Non-Fiksi
Tahun Terbit: Cetakan I, Maret 2012
Penerbit: Awareness Publication
Baca review saya tentang buku pertama Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 1!


 Buku rohani yang memotivasi namun dikemas secara ringan, menggelitik dan penuh humor. Itulah kesan yang didapat dari membaca serial non-fiksi Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya ini. Setelah membaca buku pertama, saya begitu terkesan dan berniat untuk membeli buku kedua dan ketiga. Niatnya sih mau baca berurutan setelah yang pertama lalu kedua dan terakhir yang ketiga. Tapi sayang, buku kedua ada yang pinjam dan sampai saat ini belum dikembalikan :( hiks!

Tapi karena buku ini merupakan kumpulan cerita lepasan, jadi tidak masalah mau membaca berurutan atau dari buku yang mana saja. Semuanya menarik dan pasti berkesan.
Meskipun ditulis oleh seorang Biksu Buddha dan isinya kebanyakan menyinggung tentang ajaran-ajaran Buddha, namun kisah-kisah yang dituturkan sangat praktis untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan tidak ada salahnya untuk mengetahui sedikit mengenai ajaran agama lain kan? Toh semua agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan.


Dalam buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3! ini banyak menyinggung tentang sisi kehidupan sehari-hari mengenai kesulitan-kesulitan yang banyak timbul dan bagaimana cara mengatasinya. Contohnya mengenai kesedihan saat ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi, bagaimana agar kita tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan cara melepaskan diri dari kelekatan dengan perasaan sedih.

Buku ini juga memberikan contoh berupa cerita-cerita jenaka yang mengajarkan kita untuk tidak terlalu serius-serius amat dalam hidup. Kesemuanya ada 108 cerita (terakhir) pembuka pintu hati yang ditulis oleh Ajah Brahm sendiri dan semuanya merupakan kisah-kisah dari pengalaman pribadinya dan beberapa juga terinspirasi dari gurunya Ajahn Chah.

Salah satu cerita favorit saya adalah cerita tentang Pikiran Monyet yang ditulis di akhir buku ini. Menceritakan tentang bagaimana kita sebagai manusia terkadang selalu menunda-nunda pekerjaan atau progres yang seharusnya bisa kita lakukan saat itu juga. Seperti monyet bodoh yang diceritakan di kisah ini yang mununda untuk bermeditasi hanya demi urusan makan pisang. Yah, namanya juga monyet.

Kisah ini menyinggung kita manusia yang selalu menunda hal-hal penting dalam hidup kita demi urusan-urusan duniawi yang sebenarnya kurang penting. Lalu apa yang paling penting dalam hidup kita? Pada dasarnya kita masing-masing sudah mengetahuinya, yaitu melewatkan waktu bersama dalam suatu hubungan, menjaga kesehatan kita agar tidak stress, menjadi bajik, menjadi dermawan, kehidupan spiritual kita,itulah yang benar-benar penting.

Salah satu pengingat yang saya suka dari buku ini, diambil dari kisah Petapa Gua Nullarbor:
“Pulanglah, berdamailah dengan diri Anda.
Cintailah diri Anda.
Mencintai diri Anda bukanlah menyukai diri Anda.
Kalau sekadar menyukai, itu sih hanya suka dipuji atau disanjung.
Mencintai diri Anda berarti menerima diri Anda apa adanya.”
Buku ini sangat cocok untuk healing dan untuk refleksi diri. Bacalah dengan pikiran dan hati yang terbuka, maka kita akan menemukan makna kehidupan ini.

0 comments:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda